Senin, 29 Oktober 2012

RESENSI BUKU Sandiwara Langit

RESENSI BUKU Sandiwara Langit


Judul               : Sandiwara Langit
Pengarang      : Abu Umar Basyier
Tahun             : Cetakan kedua belas, Januari 2012
Penerbit         : Shafa Publika
ISBN                : 97917922-0-2


   Beragam pendapat ketika berbicara tentang nikah muda. Mulai dari pendapat yang positif sampai pendapat yang negatif sekali pun, seolah ini adalah fenomena baru di negeri ini. Namun sangat disayangkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa nikah muda penyebabnya tak lain adalah hamil sebelum nikah. Mirisnya lagi pendapat ini didukung oleh beberapa fakta yang memang benar terjadi. Beginikah potret remaja saat ini. Eits… tunggu dulu. Tidak semua mereka yang memutuskan untuk menikah di usia muda karena MBA (Married By Accident ), fakta lain-sebagian besar dari mereka juga berhasil meniti kehidupan rumah tangga di usia yang muda tanpa alasan hamil di luar nikah. 

            Rizqoon misalnya. Pemuda yang menjadi tokoh utama dalam novel ‘Sandiwara Langit’ ini masih berusia 18 tahun. Namun keinginannya untuk menikah begitu besar karena ia begitu paham betapa besar peluang seseorang untuk terjerumus ke dalam pergaulan yang salah yang berujung pada zina. Inilah yang membulatkan tekadnya untuk segera menikah. Namun tidak selamanya harapan berbanding lurus dengan kenyataan. Pasalnya, wanita yang ingin dinikahinya juga bukan wanita sembarangan, dan usianya juga tak jauh berbeda dengannya-hanya selisih setahun saja. Lalu apa sebenarnya yang menghalangi keinginan Rizqoon untuk menikahi gadis itu.

            Abu Umar Basyier, selaku penulis seolah ingin mengajak pembaca untuk terus beranjak dari satu halaman ke halaman lainnya. Karena kisah yang tersaji dalam buku ini bukanlah kisah biasa-biasa saja, dan yang lebih membuat kita berdecak kagum membacanya adalah penulis yang mengemas kisah nyata ini dalam bahasa yang indah dan mengharukan. Rizqoon pun kian mengukuhkan niatnya untuk menikahi gadis yang lain bernama Halimah itu. Namun, calon mertuanya memberikannya syarat yang baginya cukup berat. Statusnya sebagai pengangguran saat itu membuat calon mertuanya berpikir berulang kali untuk memberikan izin kepadanya. Maka ia diberikan dua syarat, dalam waktu 10 tahun ia harus mampu memberikan kehidupan yang layak untuk Halimah kalau tidak ia harus menceraikan Halimah. Jika ia tidak menyanggupi syarat itu maka ia harus mencari wanita lain untuk dinikahinya. 

            Haru. Begitulah perasaan yang terbesit ketika membaca buku terbitan Shafa ini. Kisah haru ini belum berakhir sampai di situ saja, setelah menceritakan semua masalahnya kepada seorang ustadz, akhirnya Rizqoon memutuskan untuk tetap menikahi Halimah yang mungkin sebenarnya ia ragu akan keputusannya, mengingat 10 tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun ia beruntung sekali menikah dengan wanita yang begitu ikhlas. 

            Tuntutan memberikan kehidupan yang layak untuk sang istri membuat Rizqoon tak tinggal diam, segala usaha telah dilakoninya, sampai akhirnya ia menjadi pengusaha roti yang berkembang pesat. Namun siapa yang tahu akan nasib seseorang. Tepat 1 hari sebelum usia pernikahan mereka genap 10 tahun, seluruh pabrik rotinya terbakar. Cerai. Ya! Itulah janji yang harus ia tepati kepada mertuanya, karena dibutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki kehidupannya seperti semula, bagaimana mungkin ia bisa memberikan kehidupan yang layak untuk istrinya. Padahal nyaris syarat itu ia penuhi. “Atas dasar kepedihan hati yang mendalam, yang hanya Allah yang tahu: ‘Saya menalaqmu Adinda….’”(Hlm. 135)

            Ibarat menonton sebuah film ketika membaca buku ini. Benarkah mereka akan bercerai? Akankah sang mertua tetap pada pendiriannya? Lalu bagaimana akhir kisah mereka? Selamat membaca.

*Penulis adalah Tholibat Ma'had Abu 'Ubaidah bin Al Jarrah Medan 

3 komentar: